Minggu, 24 Agustus 2014

PERS YANG BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB SESUAI KODE ETIK JURNALISTIK DALAM MASYARAKAT DEMOKRATIS INDONESIA

PERS YANG BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB SESUAI KODE ETIK JURNALISTIK DALAM MASYARAKAT DEMOKRATIS INDONESIA

 A.    Pers yang Bebas serta Bertanggung Jawab

1.  Landasan Hukum Pers Indonesia

     a.  Pasal 28 UUD 1945
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang- undang”.
           b.  Pasal 28 F UUD 1945
      Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
     c.  Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
       Lebih rincinya lagi terdapat pada Piagam Hak Asasi Manusia, Bab VI, Pasal 20 dan 21 yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20 : “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya”.
Pasal 21 : “Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
     d. Undang-Undang No. 39 Tahun 2000 Pasal 14 Ayat 1 dan 2 tentang Hak Asasi Manusia     
(1) “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya”.
(2) “Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia”.
     e.  Undang-undang No. 40 Tahun 1999 dalam Pasal 2 dan Pasal 4 ayat 1 tentang pers   
Pasal 2 berbunyi, “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum”.
Pasal 4 Ayat 1 berbunyi, “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara”.

      2.  Norma-Norma Pers Nasional            
Pers sebagai salah satu unsur mass media yang hadir di tengah- tengah masyarakat demi kepentingan umum, harus sanggup hidup bersama-sama dan berdampingan dengan lembaga-lembaga masyarakat lainnya dalam suatu suasana keserasian/sosiologis. Dalam hal ini, corak hubungan antara satu dengan yang lainnya tidak akan luput dari pengaruh falsafah yang dianut oleh masyarakat dan bangsa kita, yakni Pancasila dan struktur sosial dan politik yang berlaku di sini.
Dalam melaksanakan fungsinya sehari-hari, partisipasi pers dalam pembangunan melibatkan lembaga-lembaga masyarakat lainnya yang lingkup hubungannya, dapat dibagi dalam dua golongan sebagai berikut:
            1)   Hubungan antara pers dan pemerintah
            2)   Hubungan antara pers dan masyarakat / golongan-golongan dalam masyarakat.              

Hubungan antara pers dan pemerintah terjalin dalam bentuk yang dijiwai oleh semangat persekawanan (partnership) dalam mengusahakan terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Dalam alam pembangunan, stabilitas politik, ekonomi dan sosial merupakan prasyarat untuk suksesnya usaha-usaha pembangunan yang sedang diselenggarakan. Dalam hal ini hendaknya pers merasa “terpanggil” untuk membantu pemerintah dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan umum demi kemantapan stabilitas yang dinamis, tanpa mengurangi hak-haknya memberikan kritik yang sehat dan konstruktif dalam alam kebebasan yang bertanggung jawab.

Dalam negara yang sedang membangun, pers sebagai lembaga masyarakat secara implisif perlu juga dibangun. Dalam hal ini, pemerintah sejauh kemampuannya merasa “terpanggil” untuk membantu usaha-usaha pers untuk membangun dirinya sendiri, agar dalam waktu secepat mungkin pers sendiri mampu mengembangkan dirinya atas dasar kekuatan sendiri.

Jika terjadi perbedaan atau konflik pendapat antara pemerintah dan pers dalam menjalankan fungsinya masing-masing, maka yang dijadikan dasar penyelesaian adalah ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, namun tetap dengan berlandaskan pada itikad baik untuk menjamin atau menegakkan asas kebebasan pers yang bertanggung jawab. Hubungan antara pers dan masyarakat dijiwai semangat dan itikad baik untuk saling membina demi kemajuan masing- masing.

Dalam menjalankan fungsi-fungsinya sebagai sarana penerangan, pendidikan umum, kontrol sosial dan hiburan pers menjadi wahana bagi pembinaan pendapat umum yang sehat. Di satu pihak, pers ikut menajamkan daya tangkap dan daya tanggap masyarakat terhadap langkah-langkah kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Di lain pihak, dengan meningkatkan daya tangkap dan daya tanggap masyarakat tersebut yang akan tercermin dalam peningkatan secara kualitatif dankuantitatif pendapat umum yang disuarakan, pers dapat menjadi wahana untuk menyampaikan pendapat umum tersebut sebagai “denyut jantung” rakyat kepada pemerintah untuk dipakai sebagai bahan pengkajian bagi tepat tidaknya langkah-langkah kebijaksanaan tersebut. Dengan demikian pers membantu masyarakat meningkatkan partisipasinya dalam melaksanakan tugas-tugas nasional melalui komunikasi dua arahnya.

Dalam alam dan suasana membangun di mana pers sendiri masih memerlukan pembangunan diri di segala bidang, masyarakat perlu membantu dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan terhadap segala kekurangan yang terdapat di dalam pers atau secara positifnya, bantuan masyarakat ini diwujudkan dalam tetap menumpahkan kepercayaan masyarakat terhadap pers nasional sebagai salah satu sumber informasinya yang pokok. Dengan jalan demikian perbedaan atau konflik pendapat di dalam tubuh pers atau lingkungan pers sendiri, atau antara pers dengan masyarakat cq. golongan dalam masyarakat, dicarikan penyelesaiannya atas dasar hukum yang berlaku, namun tetap berlandaskan pada itikad baik dari suatu pers yang bertanggung jawab dalam alam hidup Pancasila.

      3. Organisasi Pers                        

Organisasi Pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers (ps. 1: 5). Organisasi-organisasi tersebut mempunyai latar belakang sejarah, alur perjuangan dan penentuan tata krama professional berupa kode etik masing-masing. PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) yang lahir di Surakarta, dalam kongresnya yang berlangsung tanggal 8-9 Februari 1946 dan SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar) yang lahir di serambi Kepatihan Yogyakarta pada hari Sabtu tanggal 8 Juni 1946, merupakan komponen penting dalam pembinaan pers Indonesia. Ketika itu di Indonesia sedang berkobar revolusi fisik melawan kolonialisme Belanda yang mencoba menjajah kembali negeri kita. 

Dari organisasi inilah adanya komponen sistem pers nasional, yang di dalamnya terdapat Dewan Pers sebagai lembaga tertinggi dalam sistem pembinaan pers di Indonesia dan memegang peranan utama dalam membangun institusi bagi pertumbuhan dan perkembangan pers. Dewan pers yang independent, dibentuk dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional (UU No. 40/1999 ps. 15: 1). 

Dan Dewan pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
  1. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;
  2. Melakukan pengkajian untuk pengembangan pers;
  3. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
  4. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers
  5. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat dan pemerintah;
  6.  Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
  7. Mendata perusahaan pers (ps. 15: 2).
          Anggota Dewan Pers terdiri dari:
  1. Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
  2. Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
  3. Tokoh masyarakat, ahli bidang pers atau komunikasi dan bidang lainnya yang dipilih oleh  organisasi perusahaan pers;
  4. Ketua dan wakil ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota;
  5. Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 3 pasal 15 ditetapkan dengan keputusan presiden;
  6. Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya
       4.  Sistem Pers Indonesia
              Sistem pers merupakan subsistem dari sistem komunikasi, sedangkan sistem komunikasi itu sendiri merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan (sistem sosial). Sistem komunikasi adalah sebuah pola tetap tentang hubungan manusia yang berkaitan dengan proses pertukaran lambang-lambang yang berarti untuk mencapai salingpengertian dan saling mempengaruhi dalam rangka mewujudkan suatu masyarakat yang harmonis.

Ciri khas sistem pers adalah sebagai berikut :
  • integrasi (integaration )
  • keteraturan (regularity )
  • keutuhan (wholeness )
  • organisasi (organization )
  • koherensi (coherence )
  • keterhubungan (connectedness ) dan
  • ketergantungan (interdependence ) dari bagian-bagiannya.
Inti permasalahan dalam sistem kebebasan pers adalah sistem kebebasan untuk mengeluarkan pendapat (freedom of expression ) di negara-negara barat atau sistem kemerdekaan untuk “mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan”, sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945. 

Faham dasar sistem pers Indonesia tercermin dalam konsideran Undang-undang Pers, yang menegaskan bahwa “Pers Indonesia (nasional) sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun”. 

Dengan demikian, sistem pers Indonesia tidak lain adalah sistem pers yang berlaku di Indonesia. Kata “Indonesia” adalah pemberi, sifat, warna, dan kekhasan pada sistem pers tersebut. Dalam kenyataan, dapat dijumpai perbedaan-perbedaan essensial sistem pers Indonesia dari periode yang satu ke periode yang lain, misalnya Sistem Pers Demokrasi Liberal, Sistem Pers Demokrasi Terpimpin, Sistem Pers Demokrasi Pancasila, dan Sistem Pers di era reformasi, sedangkan falsafah negaranya tidak berubah

B.     Kode etik Jurnalistik                        

Kode Etik adalah suatu pedoman tingkah laku yang hanya berlaku bagi sekelompok orang yang menjalankan profesi tertentu. Menurut pasal 7 ayat 2 UU No 40 tahun 1999, Kode Etik Jurnalistik adalah kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “Kode Etik Jurnalistik” diartikan sebagai aturan tata susila kewartawanan; norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku dan tata krama penerbitan.

Adapun ciri-ciri dari kode etik adalah sebagai berikut :
  1. Kode etik memiliki sanksi yang bersifat moral bagi anggotanya, bukan sanksi pidana.
  2. Daya jangkau suatu kode etik hanya berlaku pada anggota organisasi atau kelompok tersebut.
  3. Kode etik dibuat dan disusun oleh lembaga/kelompok profesi yang bersangkutan sesuai dengan aturan organisasi dan bukan dari pihak luar.

Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) dibentuk pada tanggal 6 Agustus 1999 disepakati dan ditandatangani oleh wakil dari 26 organisasi wartawan. Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) merupakan kode etik yang disepakati semua organisasi wartawan cetak dan elektronik termasuk Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Himpunan Praktisi Penyiaran Indonesia (HPPI).

C.    Kode Praktik Jurnalistik
Di luar kode Etik Jurnalistik yang telah disusun masing-masing organisasi wartawan, Dewan Pers menyusun Kode Praktik media sebagai upaya penegakkan independensi serta penerapan prinsip pers mengatur sendiri. Kode etik yang disusun ini juga berfungsi menjamin berlakunya etika dan standar jurnalis professional serta media yang bertanggungjawab. Jika semua media patuh pada kode etik yang telah berlaku dan disepakati diharapkan bisa menerapkan regulasi sendiri dan lepas dari ketentuan undang-undang atau peraturan khusus. Dewan Pers memandang perlu disusun kode praktik yang berlaku bagi media untuk mempraktikkan standarisasi kerja jurnalistik, yang meliputi sebagai berikut .

1.       Akurasi
  • Dalam menyebarkan informasi, pers wajib menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan individu atau kelompok,
  • Pers tidak menerbitkan informasi yang kurang akurat, menyesatkan, atau diputarbalikkan Ketentuan ini juga berlaku untuk foto dan gambar,
  •  Jika diketahui informasi yang dimuat/ disiarkan ternyata tidak akurat, menyesatkan, atau diputarbalikkan, koreksi harus segera dilakukan, jika perlu disertai permohonan maaf,
  • Pers wajib membedakan antara komentar, dugaan, dan fakta,
  • Pers menyiarkan secara seimbang dan akurat hal-hal yang menyangkut pertikaian yang melibatkan dua pihak,
  •  Pers kritis terhadap sumber berita dan mengkaji fakta dengan hati-hati.
2.       Privasi
  • Setiap orang berhak dihormati privasinya, keluarga, rumah tangga, kesehatan, dan kerahasiaan surat-suratnya. Menerbitkan hal-hal di atas tanpa izin dianggap gangguan atas privasi seseorang.
  • Penggunaan kamera lensa panjang untuk memotret seseorang di wilayah privasi tanpa seizin yang bersangkuta tidak dibenarkan,
  • Wartawan tidak menelepon, bertanya, memaksa, atau memotret seseorang setelah diminta untuk menghentikan upaya itu,
  • Wartawan tidak boleh bertahan di kediaman nara sumber yang telah meminta meninggalkan tempat, termasuk tidak membuntuti nara sumber itu,
  • Wartawan dan fotografer tidak diperbolehkan memperoleh atau mencari informasi dan gambar melalui intimidasi, pelecehan atau pemaksaan,
  • Pers wajib berhati-hati, menahan diri menerbitkan, menyiarkan informasi yang bisa dikategorikan melanggar privasi, kecuali hal itu demi kepentingan publik,
  • Redaksi harus menjamin wartawannya mematuhi semua ketentuan tersebut, tidak menerbitkan bahan dari sumber-sumber yang tidak memenuhi ketentuan tersebut.
3.       Pornografi
Pers tidak menyiarkan informasi dan produk visual yang diketahui menghina atau melecehkan perempuan. Media pornografi tidak termasuk kategori pers. Meski demikian adakalanya pers menyiarkan informasi, gambar yang dinilai menyinggung rasa kesopanan individu atau kelompok tertentu. Dalam penilaian pornografi harus disesuaikan dengan perkembanagan zaman dan keragaman masyarakat.

4.       Diskriminasi
  • Pers menghindari prasangka atau sikap merendahkan seseorang berdasarkan ras,  warna kulit, agama, jenis kelamin, atau kecenderungan seksual, terhadap kelemahan fisik dan mental, atau penyandang cacat,
  • Pers menghindari penulisan yang mendetail tentang ras seseorang, warna kulit, agama, kecenderungan seksual, dan terhadap kelemahan fisik dan mental atau penyandang cacat, kecuali hal itu secara langsung berkaitan dengan isi berita.
5.       Liputan Kriminalitas
  • Pers menghindari identifikasi keluarga atau teman yang dituduh atau disangka melakukan kejahatan tanpa seizin mereka
  • Pertimbangan khusus harus diperhatikan untuk kasus anak-anak yang menjadi saksi atau menjadi korban kejahatan,
  • Pers tidak boleh mengidentifikasi anak-anak di bawah umur yang terlibat dalam kasus serangan seksual, baik sebagai korban maupun saksi,


6.       Cara-cara yang tidak dibenarkan
  • Jurnalis tidak memperoleh atau mencari informasi atau gambar melalui cara-cara yang tidak dibenarkan atau menggunakan dalih-dalih,
  •  Dokumen atau foto hanya boleh diambil tanpa seijin pemiliknya,
  • Dalih dapat dibenarkan bila menyangkut kepentingan publik dan hanya ketika bahan berita tidak bisa diperoleh dengan cara-cara yang wajar.


7.       Sumber rahasia
Pers memiliki kewajiban moral untuk melindungi sumber-sumber rahasia atau konfidensial.

8.       Hak jawab dan bantahan
a.       Hak jawab atas berita yang tidak akurat harus dihormati,
b.       Kesalahan dan ketidakakuratan wajib segera dikoreksi,
c.       Koresi dan sanggahan wajib diterbitkan segera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar